top of page
Writer's pictureYoan A

Yuk, Mengenal Emotional Eating Pada Anak-Anak


Sumber: freepik.com

Haloo Sobat Gizi! Masa anak-anak merupakan salah satu masa dimana kita bisa memperkenalkan berbagai hal kepada anak, salah satunya adalah makanan. Masa anak-anak terbagi dalam 3 kelompok, yakni usia 1-3 tahun dan 4-6 tahun (usia pra-sekolah) serta 7-9 tahun (usia sekolah). Selama masa ini, anak memperoleh keterampilan yang memungkinkannya untuk makan secara bebas dan mengembangkan kesukaan makanannya sendiri. Ketersediaan dan diterimanya makanan oleh anak tidak hanya ditentukan oleh pilihan makanan orangtua, tetapi juga oleh keadaan lingkungan pada waktu makan, pengaruh teman sebaya, iklan makanan, dan pengalaman anak tentang makanan sebelumnya (Almatsier dkk, 2011).

Interaksi orangtua dengan anak dapat berpengaruh terhadap pilihan makanan dan pengembangan pola makan anak. Orangtua yang sering memberikan hadiah berupa makanan favorit ketika anak rewel, marah, tidak mau menghabiskan makanannya, tidak mau mengerjakan pr, atau memberikan makanan sebagai reward, dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan pengaruh negatif kepada anak. Anak akan mengerti bahwa ketika suasana hatinya sedih atau bahagia akan ada makanan sebagai penghibur hati mereka, sehingga anak akan mengkonsumsi makanan yang diberikan, bukan karena mereka lapar tetapi untuk membuat perasaannya menjadi lebih baik. Makanan yang diberikan sebagai reward atau penghibur hati pun biasanya adalah makanan-makan manis seperti permen, biskuit, es krim, dan coklat.

Nah, kondisi seperti itulah yang dinamakan emotional eating. Emotional eating merupakan suatu kondisi ketika mengkonsumsi makanan sebagai respons kita terhadap emosi, baik positif maupun negatif, dan bukan rasa lapar. Pada anak-anak, perilaku makan ini dapat berlanjut ke masa remaja dan dewasa (Schwartz dkk, 2011 dalam Jansen dkk, 2020).

Selain bisa berlanjut ke masa remaja dan dewasa, kondisi emotional eating pada anak-anak dapat menimbulkan perilaku pilih-pilih makanan serta berisiko meningkatkan berat badan anak. Hal ini dikarenakan sebagian besar makanan yang dikonsumsi sebagai penghibur hati mereka adalah makanan manis dengan kandungan energi dan gula yang tinggi. Anak-anak cenderung menyukai makanan tersebut sehingga akan membutuhkan usaha lebih untuk membujuk anak dengan makanan lain. Selain itu, jika makanan manis yang diberikan dan dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan maka dapat menyebabkan kelebihan energi di dalam tubuh yang selanjutnya akan disimpan dalam bentuk lemak di jaringan adiposa.

Untuk mengatasi perilaku makan tersebut, orangtua sebisa mungkin membatasi pemberian makanan sebagai hadiah dan menggunakan cara lain, misalnya berkumpul bersama keluarga dan melakukan kegiatan yang menyenangkan seperti menyanyikan lagu, menceritakan cerita lucu, dan bermain game.

Referensi

  • Almatsier, S., Soetardjo, S., Soekatri, M. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

  • Jansen, P.W., Derks, I.P.M., Mou, Y., Rijen, E.H.M., Gaillard, R., Micali, N., Voortman, T., Hillegers, M.H.J. 2020. Associations of Parents' Use of Food as Reward with Children's Eating Behaviour and BMI in a Population-Based Cohort. Pediatric Obesity, 15:e12662.

  • Mississipi State University. 2017. Stres and Emotional Eating. https://extension.msstate.edu/sites/default/files/publications/information-sheets/is1783.pdf, diakses 14 Oktober 2020.

5 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


Post: Blog2 Post
bottom of page